Breaking News

Pemborosan Rp 1,19 Miliar Pengadaan Rapid Test, Pemprov DKI Tegaskan Tidak Ada Kerugian Daerah

Jakarta, MimbarBangsa.co.id — Pemprov DKI Jakarta menjawab soal temuan pemborosan anggaran rapid test Corona. DKI menegaskan tidak ada kerugian daerah.

Pemborosan Rp 1,19 miliar untuk pengadaan rapid test itu ditemukan dalam LHP BPK atas laporan keuangan Pemprov DKI tahun anggaran 2020. Disebutkan, dalam penanganan COVID-19 pada 2020, Pemprov DKI melakukan refocusing anggaran.

Salah satu yang mengalami refocusing anggaran adalah belanja tak terduga (BTT). Semula, penanganan COVID-19 di Jakarta dianggarkan senilai Rp 188 miliar. Namun kemudian dilakukan perubahan dengan pengesahan anggaran dari BTT untuk penanganan Corona sebesar Rp 5,521 triliun.

Melalui dana BTT itu, Dinkes DKI melakukan pengadaan rapid test. Dinkes DKI melakukan dua penawaran ke dua perusahaan dengan merek yang sama serta dengan waktu yang berdekatan. Namun dua merek itu diketahui memiliki harga yang berbeda.

Kepala Dinkes DKI Widyastuti memastikan tidak ditemukan kerugian daerah dalam pengadaan rapid test Rp 1,19 miliar tersebut.

“Proses pengadaan pada masa pandemi memiliki kesulitan tersendiri, karena harga satuan yang sangat beragam. Sementara itu, pengambilan keputusan harus cepat, karena terkait dengan percepatan penanganan COVID-19. Tapi, yang perlu digarisbawahi adalah BPK menyatakan tidak ada kerugian daerah atas pengadaan tersebut,” tegas Widyastuti dalam keterangannya, Sabtu (7/8/2021).

Widyastuti menjelaskan temuan BPK soal adanya perbedaan harga atas pengadaan rapid test antibody merek Clungene yang dibeli dari PT NPN dan PT TKM. Dia menyebut proses pengadaan alat rapid test antigen tersebut juga telah dilakukan negosiasi oleh PPK dengan penyedia barang dan jasa, dan telah dituangkan dalam berita acara negosiasi secara memadai.

Widyastuti mengatakan seluruh proses pengadaan telah sesuai dengan Peraturan Lembaga LKPP No 13 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa dalam Penanganan Keadaan Darurat.

“Karena itu, BPK merekomendasikan agar Kepala Dinas Kesehatan menginstruksikan PPK untuk lebih teliti dan tertib administrasi dalam mengelola keuangan daerah,” ungkapnya.

Dinkes DKI juga telah menindaklanjuti rekomendasi BPK dengan melampirkan bukti-bukti tindak lanjut. BPK juga sudah menyatakan bahwa tindak lanjut telah selesai dalam Forum Pembahasan Tindak Lanjut atas LKPD Tahun Anggaran 2020.

Sementara itu, Kepala Inspektorat DKI Jakarta Syaefullah Hidayat mengklaim sebagian besar temuan BPK bersifat administratif sehingga tidak berdampak pada kewajaran laporan keuangan dan opini.

Syaefullah menyebut rekomendasi yang disampaikan BPK ke DKI merupakan perbaikan administrasi untuk ke depannya dan telah dinyatakan tidak ada kerugian daerah yang ditimbulkan.

“Sejumlah temuan yang ramai diperbincangkan publik kemarin termasuk ke dalam klasifikasi temuan administratif. Oleh karena itu, publik memang harus cermat dalam melihat ini agar tidak menimbulkan sensasi. Kalau kita mencermati rekomendasi BPK di dalam LHP-nya, itu tidak ada rekomendasi untuk menyetorkan. Rekomendasinya bersifat perbaikan sistem ke depan,” kata Syaefullah dalam keterangan tertulis, Minggu (8/8/2021).

Menurutnya, adanya kesalahan administratif lumrah terjadi, termasuk bisa terjadi di provinsi lain.

“Pada pemeriksaan yang dilakukan BPK, pasti terdapat temuan tidak hanya di Pemprov DKI Jakarta, tetapi juga di provinsi-provinsi lain dan instansi/lembaga negara di tingkat Pusat,” jelasnya.

Lebih lanjut Syaefullah memaparkan tiga klasifikasi temuan BPK yang juga perlu dipahami masyarakat agar tidak salah mengartikan hasil temuan. Pertama, temuan berindikasi adanya kerugian daerah yang tindak lanjutnya berupa pengembalian dana ke kas negara atau daerah.

Kedua, temuan kekurangan penerimaan daerah seperti sewa atau denda belum dipungut atau pajak belum dibayar maka tindak lanjutnya adalah menagih dan setorkan ke kas negara atau daerah. Ketiga, temuan administratif yang mana tidak ada satupun ketentuan perundangan yang dilanggar dan tidak ada kewajiban tindak lanjutnya untuk mengembalikan atau menyetorkan dana ke kas negara atau daerah.

Syaefullah menegaskan seluruh rekomendasi telah ditindaklanjuti oleh OPD terkait, seperti adanya instruksi Kepala Dinas maupun teguran Kepala Dinas terhadap para PPK untuk lebih tertib administrasi. Kemudian, tindak lanjut tersebut juga telah dilaporkan kepada BPK dengan melampirkan bukti-bukti tindak lanjut dan telah dibahas dalam forum tripartit Pembahasan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK.

“Dari hasil pembahasan itu, Alhamdulillah, BPK menyatakan bahwa ini sudah selesai ditindaklanjuti,” imbuhnya.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menegaskan sejak awal pihaknya membeli alat tes sesuai dengan harga dari Kementerian Kesehatan.

“Kita mengikuti harga yang ditentukan pempus (pemerintah pusat) melalui Kemenkes. Jadi sesuai aturan dan ketentuan yang ada,” kata Riza di Mako Cafe, Jakarta Selatan, Minggu (8/8/2021).

Riza juga menyebut temuan tersebut termasuk ke dalam aspek administratif sehingga dia memastikan tidak ada ketentuan yang dilanggar.

“Terkait pemborosan masker dan rapid test itu udah dijawab dan BPK sudah mengetahui tidak ada masalah. Tidak ada ketentuan yang dilanggar,” ujarnya.

Sumber: Detik

© Copyright 2024 - HARIAN NIAS - PUSAT BERITA KEPULAUAN NIAS