Breaking News

Odekta Naibaho, Dendam Kepada Kemiskinan Mengantarnya Jadi Sang Juara

Timika, MimbarBangsa.co.id — Odekta Elvina Naibaho menguasai tiga emas lari jarak jauh PON XX/2021 Papua. Bermula ingin membalas dendam kepada kemiskinan.

Odekta bikin kejutan di PON Papua. Dia memborong tiga emas dari nomor lari 5.000 meter, lari 10.000 meter, dan lari marathon.

Odekta membuat Triyaningsih untuk kali pertama pulang tanpa satu pun keping emas dari PON. Ya, Triyaningsih selalu menandai PON dengan emas sejak pertama kali tampil pada 2004 Palembang hingga PON 2016 Jabar.

PON Papua menjadi pengalaman kedua Odekta di ajang multievent nasional itu. Sebuah lompatan besar dibandingkan dalam PON debutnya, di PON Jabar 2016. Kala itu, Odekta meraih perunggu dari marathon dan finis kelima di nomor lari 10.000 meter.

Hasil itu belum serta-merta bikin Odekta masuk pelatnas. Barulah menjelang Asian Games 2018, dia menuai tiket pelatnas. Setelah itu, dia mewakili Indonesia di AG 2018 dan SEA Games 2019 Manila.

Lompatan Odekta di lintasan lari jarak jauh dan jalan raya bukan cuma menunjukkan hasil sebuah kegigihan dan kerja keras.

“Apa yang dicapai Odekta di lintasan lari jarak jauh dan jalan raya adalah bukti bahwa semua orang mempunyai kesempatan,” kata Triyaningsih

Odekta memang pernah tampil di PON 2016. Dia juga sudah tampil di Asian Games 2018 dan SEA Games 2019. Tetapi, dia bukan atlet kenyang pengalaman. Dia bahkan masih ingat pada 2012 saat berlari pertama kali di GBK, Senayan, kerap dilewati ibu-ibu. Dia masih ingat saat lari satu putaran napasnya ngos-ngosan.

Odekta meraih tiga emas di PON Papua bukan di usia belia. Dia akan berulang tahun ke-30 pada 5 November nanti.

“Kok bisa gampang banget dapat uangnya kak Triyaningsih sekali lari dapat Rp 25 juta, dapat Rp 30 juta. Saya ingin seperti dia,” kata Odekta di tahun 2015 itu.

Keinginan itu bukan perkara gampang. Dia baru mengenal lari pada 2012. Dia menjadikan lari sebagai alat untuk menurunkan berat badan.

Sebelumnya, dia tidak pernah tahu apa itu kejuaraan daerah, apa itu klub atletik, apa itu perlombaan mengejar medali emas. Yang dia tahu, waktunya hanya untuk bermain, sekolah, dan pergi ke ladang.

Saat pertama kali lari, Odekta terkejut karena dia sering dilewati oleh ibu-ibu yang berlari bersamanya. Baru berlari satu putatan di ring road Stadion Utama GBK, dia sudah ngos-ngosan.

Odekta memang tidak memiliki pengalaman berlatih lari atau cabang olahraga apapun hingga dia tiba di Jakarta pada 2012. Saat itu, dia nekat meninggalkan kampung halamannya dengan satu semangat: memutus rantai kemiskinan keluarga lewat pendidikan.

Lulus dari SMA di Soba Dairi, Sumut dia ngotot ke Jakarta. Dia membobol tabungan yang isinya Rp 400 ribu. Dia juga minta uang kepada keluarga Rp 1 juta.

Bukan perkara mudah untuk meminta uang itu. Odekta dan keluarga sempat beradu mulut. Mereka berbeda keyakinan soal menentukan nasib di masa depan. Keluarganya bersikukuh perbaikan ekonomi keluarga cuma dapat dicapai lewat berladang, sedangkan Odekta meyakini sekolahlah caranya.

Singkat cerita, Odekta berhasil mendapatkan uang itu dan membeli tiket kapal ke Jakarta. Soal hidup di Jakarta, dia yakin bisa mendapatkan penghasilan dengan kuliah sambil bekerja.

Sesampai di Jakarta, Odekta melamar pekerjaan apapun. Tidak mulus, hingga suatu hari dia diterima menjadi salah satu pekerja di sebuah usaha simpan pinjam di Bogor. Bekerja setahun, Odekta bisa mengumpulkan uang Rp 12 juta. Dia pun percaya diri mendaftar kuliah di Universitas Kusuma Negara, Jakarta. Saat mau kuliah, dia mau dengan berat badannya.

“Saat itu, aku merasa gemuk. Jadilah ingin lari-lari biar agak kurus,” kata Odekta.

Odekta rajin lari sejak itu. Salah satu tempat favoritnya untuk berlari adalah kompleks Gelora Bung Karno (GBK), Senayan. Ternyata dia menikmati betul olahraga itu. Selain berat badannya turun, dia berjumpa dengan komunitas lari. Di antaranya Senayan Runner dan Indonesia Muda.

Sejak itu pula dia menyadari kalau ada sosok Triyaningsih. Seorang perempuan mungil yang mempunyai pekerjaan sebagai… pelari.

Di GBK itulah jalan Odekta menjadi atlet mulai terbuka. Dia berjumpa dengan Siprianus, salah satu asisten pelatih dari klub atletik Indonesia Muda. Sejak itu dia bergabung di klub itu, mendapatkan latihan, dan turun di kejuaraan lari jarak jauh.

Perlahan, laju Odekta sulit dilawan. Si pelatih pun percaya diri mendaftarkan Odekta di Kejuaraan Nasional pada 2015.

“Saat itu tamat kuliah, dan untuk pertama kalinya saya ikut Kejurnas. Limit waktunya masuk dan saya mulai bergabung dengan DKI Jakarta,” kata Odekta.

“Karena lulus kuliah saya menjadi makin bisa berfokus ke lari. Saat itu, limit saya masuk limit PON Jabar,” kata Odekta.

Hasil di PON Jabar cukup menjanjikan sebagai debutan. Odekta semakin optimistis bahwa lari adalah jalannya.

Keyakinannya berbuah manis. Setelah itu dia bisa masuk pelatnas atletik. Digodok bersama-sama Triyaningsih, idolanya. Odekta kemudian dibesut di Pangalengan menuju Asian Games 2018, juga SEA Games 2019.

Mulus di karier lari, rupanya tidak bisa meyakinkan keluarganya di pelosok Sumut. Orang tuanya bersikukuh bahwa pekerjaan ideal adalah pekerjaan kantoran. Berlari dianggap hanya kegiatan main-main Odekta selama di Jakarta.

Odekta harus bersusah payah untuk meyakinkan keluarga bahwa dendam kepada kemiskinan bisa dibayar tuntas lewat berlari jauh. Bahwa lewat berlari dia bisa mempunyai karier sip. Bahwa lewat berlari, Odekta bisa membuat keluarganya lebih sejahtera. Bahwa lewat berlari, Odekta bisa membuktikan cibiran tetangga.

“Saat tampil di SEA Games Manila, orang tua juga belum mengerti. Saya baru bisa meyakinkan mereka saat Asian Games 2018. Saya ajak semua ke Jakarta untuk nonton saya lari. Saya belikan tiket demi meyakinkan bahwa ini jalan saya,” Odekta menjelaskan.

Cara Odekta ampuh. Kini, keluarganya memahami Odekta tidak sekadar Odekta itu main-main di Jakarta. Mereka memahami Odekta berlari untuk keluarga. Odekta berlari untuk DKI Jakarta. Odekta berlari untuk bangsanya.

“Odekta itu sosok yang punya motivasi tinggi dan tekun. Dia selalu menghabiskan menu latihan yang dijadwalkan. Pernah saya turunkan porsi latihan karena dia seperti kelelahan, namun Odekta tidak mau. Dia tetap menghabiskan jatah latihan dalam rencana awal,” kata Wita Witarsa, pelatih atletik DKI Jakarta.

Dalam prosesnya, Odekta tidak perlu lagi membuktikan kepada keluarga kalau lewat berlari dia bisa menyokong keluarga. Apalagi setelah pukulan besar menderanya di SEA Games 2019 Manila. Saat itu tinggal 1 km menuju finis, Odekta kena heatstroke. Andai terlambat tertangani, nyawanya bisa melayang.

“Tuhan sudah memberikan keselamatan buat saya. Sekarang saya tidak lagi berlari untuk membuktikan ke semua orang, sekarang saya berlari untuk Tuhan,” kata Odekta.

Fakta Odekta

1. Raih 3 Emas PON XX/2021 Papua

2. Hentikan Emas Triyaningsih yang Selalu Raih Emas di PON 2004, 2008, 2016, dan 2018

3. Kali kedua tampil di PON

4. Pertama kali ikut kejurnas atletik di usia 24 Tahun

5. Latihan untuk turunkan berat badan mulai

Sumber: Detik

© Copyright 2024 - HARIAN NIAS - PUSAT BERITA KEPULAUAN NIAS