Breaking News

Dampak Buruk Perceraian Bagi Psikologi Anak

Jakarta, MimbarBangsa.co.id —  Tak ada yang mengharapkan perceraian terjadi dalam hubungan rumah tangga. Namun, jika memang perceraikan jadi jalan satu-satunya bagi pasangan, sulit untuk pihak lain melarang. Walau demikian, pastinya perceraian ini memiliki dampak bagi keluarga, terutama anak.

Menurut psikolog Alzena Masykouri, orang tua tidak sepenuhnya bersalah ketika perceraian terjadi. Sebab tidak semua orang bisa berkompromi dengan ketidakcocokan pasangan. Akan tetapi, rasa bersalah terhadap anak pasti dirasakan orang tua yang bercerai.

Dalam sebuah penelitian, setahun atau dua tahun pertama adalah masa paling berat untuk anak.

“Di dalam perceraian, yang berakhir adalah hubungan suami istri, bukan hubungan orang tua dan anak. Misalnya dalam satu kasus, perceraian terjadi karena adanya kekerasan di dalam rumah tangga, dan kekerasan ini berlangsung setiap hari. Secara otomatis, dengan bercerai maka kekerasan akan berhenti,” kata Zena.

Menurut American Psychological Association, dibesarkan oleh orang tua dengan pernikahan yang bahagia, dapat melindungi anak-anak dari masalah mental, fisik, pendidikan, dan sosial. Walau demikian, bukan berarti anak dari orang tua bercerai akan tumbuh ke arah negatif. Berikut empat dampak jangka panjang perceraian orang tua bagi anak.

Mengalami cemas yang berlebih dan depresi

Jika orang tua tidak memberikan kesejahteraan pada anak, terlebih selama dan setelah proses perceraian, kesehatan mental dan emosional jangka panjang anak mungkin akan terganggu, bahkan bisa mengakibatkan perasaan cemas berlebih dan depresi. Ketika orang tua berdebat di depan anak mereka, melampiaskan rasa sakit, atau kemarahan mereka terhadap pasangannya kepada anak, anak mungkin akan menyalahkan dirinya sendiri atas perceraian tersebut. Bahkan, dia merasa di bawah tekanan untuk mengambil keputusan siapa yang sebenarnya bersalah di antara kedua orang tuanya.

Tanda-tanda umum kecemasan atau depresi pada anak, di antaranya masalah tidur, kesulitan di sekolah, penyalahgunaan narkoba atau alkohol, menyakiti diri sendiri, gangguan makan, dan kurangnya minat dalam kegiatan sosial.

Sulit menjalani hubungan yang sehat

Seorang anak dari orang tua yang bercerai akan berjuang untuk menemukan atau mempertahankan hubungannya yang sehat ketika dewasa nanti. Namun, perasaan seperti ketakutan akan ditinggalkan, kegagalan, dan kehilangan dapat memengaruhi hubungan romantis anak dewasa dan mengakibatkan keengganan untuk berkomitmen, atau ketidakmampuan untuk mengatasi masalah. Menurut psikolog Jan Gumbiner, perceraian menyakiti anak-anak, bahkan orang dewasa. Dan berdasarkan penelitian National Opinion Research Council selama 20 tahun terhadap anak yang beranjak dewasa dari orang tua yang bercerai, cenderung lebih mudah melakukan perceraian juga ketika membina hubungan rumah tangga.

Prestasi akademik menurun

Perceraian pasti berat dirasakan oleh semua anggota keluarga, termasuk pada anak. Perubahan dinamis yang mereka rasakan, akan menimbulkan kebingungan dan teralihkan dari fokus belajar. Akibatnya prestasi akademik di sekolah menurun.

Kehilangan keinginan untuk berinteraksi sosial

Studi mengungkap bahwa perceraian berdampak pada kehidupan sosial anak. Mereka sering sulit terhubung dengan orang lain, dan akhirnya kehilangan keinginan untuk interaksi sosial. Anak juga bisa merasa tidak nyaman dan merasa sendiri.

Sensitif secara emosi

Anak bisa lebih sensitif secara emosi. Berbagai perubahan emosional yang ia alami dalam masa transisi seperti marah, kehilangan, bingung, cemas, dan lainnya kadang sulit dimengerti olehnya. Anak perlu seseorang untuk memahami semua perasaan yang ia rasakan, seorang teman bicara, yang mendengarkan keluhannya. Dengan begitu anak dapat memproses semua emosi itu dengan baik, dan melewatinya.

Marah

Anak bisa memendam kemarahan pada salah satu orang tua, atau keduanya. Ia bisa juga marah pada dirinya sendiri, teman, atau lainnya. Ini terjadi karena ia tidak tahu bagaimana merespons kondisi keluarga mereka. Dalam kasus umum, kemarahan ini akan mereda sendiri dalam waktu beberapa pekan. Pada kasus langka, kemarahan bisa bertahan hingga dewasa.

Merasa bersalah

Beberapa anak merasa bersalah dan mengira perceraian orang tuanya disebabkan oleh dirinya.

Awal dari perilaku merusak

Pada sebagian kecil anak, konflik yang ia rasakan dan tidak terselesaikan adalah awal dari perilaku merusak yang kelak bisa terjadi. Peneliti mengungkap anak dengan keluarga broken home dapat berpartisipasi dalam kejahatan 20 tahun kemudian. Atau menjadi pemberontak melalui perilaku merusak juga pecandu.

© Copyright 2024 - HARIAN NIAS - PUSAT BERITA KEPULAUAN NIAS