Breaking News

Masuk Cagar Budaya Nasional, Berikut Sejarah Berdirinya Gereja Ayam Jakarta

Jakarta, MimbarBangsa.co.id – Berdasarkan keputusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta nomor 2792 tahun 2015, Gereja Protestan Indonesia bagian Barat (GPIB) Pniel atau lebih dikenal Gereja Ayam dijadikan bangunan cagar budaya. Alasannya Gereja Ayam merupakan tempat ibadah tertua yang ada di Jakarta.

Mantan ketua 1 PHMJ (Pelaksana Harian Majelis Jemaat) periode 2017-2022 Yance Louis yang ditemui di Gereja Ayam pada Rabu (2/11/2022) mengatakan, gereja ayam dibangun pada tahun 1913 oleh J. Dingers yang berasal dari Belanda. Adapun yang menjadi arsitek pembangunannya adalah Ed Cuypers dan Hulswit.

Gedung gereja yang sekarang merupakan perluasan dari bangunan asli yang dibangun pada 1850. Gereja yang ada pada saat itu merupakan kapel kecil dirombak total oleh Cuypers dan Hulswit menjadi gereja bergaya Italia dan Portugis yang dapat menampung hingga 1.500 orang jemaat.

Tahun 1915, gereja ayam selesai dipugar. Oleh pengurus, awalnya diberi nama gereja baru, tidak lama kemudian diganti menjadi Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) Pniel. Perihal dijuluki sebagai Gereja Ayam, Yance Louis yang didampingi Astin Sekretaris PHMJ menjelaskan, karena di atap gereja ini diletakkan sebuah arah mata angin yang dibuat berbentuk ayam.

“Ayam menggambarkan kesaksian Alkitab. Di Injil perjanjian baru Markus 14 disebutkan, ada seorang murid Yesus yang bernama Petrus menyangkal hadirnya Yesus Kristus. Saat berkumpul bersama muridnya, Yesus mengatakan kamu semua akan terguncang imannya. Petrus mengatakan, biarlah yang lain terguncang, saya tidak. Yesus berkata pada malam ini juga sebelum ayam berkokok dua kali kamu akan menyangkal aku 3 Kali. Dan terbukti saat Yesus disalib, Petrus tidak mengakui Yesus sebanyak 3 Kali. Dan dari situlah, ayam dijadikan lambang dari GPIB Pniel,” ucap Yance Louis.

Yang membuat takjub, hingga kini interior bergaya Eropa klasik masih bertahan. Kursi, mimbar dan perlengkapan lainnya yang terbuat dari kayu jati masih tetap dipertahankan sejak masa kolonial Belanda, meskipun organ pipanya sudah diganti pada awal 1990-an.

Menyimpan Benda Bernilai Sejarah Tinggi
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Pniel memiliki sejumlah benda bernilai sejarah tinggi. Satu di antaranya adalah Alkitab tua yang tebalnya lebih dari 20 cm dan diperkirakan berumur satu abad. Alkitab bersampul kayu ini konon hanya ada dua di dunia dan didatangkan dari Belanda. Selain itu benda bersejarah lainnya adalah bejana baptis yang terbuat dari perak bermotif.

Selain kitab tua, gereja ini juga memiliki jam antik yang menggerakkan lonceng untuk memulai ibadah di gereja. Untuk dapat melihat jam tua harus menaiki tangga terjal setinggi lebih dari 10 meter. Jam yang digerakkan secara manual ini telah rusak sejak 25 tahun lalu. Hingga kini, jam bersejarah itu belum diperbaiki karena biaya perbaikan yang cukup besar dan harus dikirim ke Belanda. Gereja juga mempunyai kaca jendela arkrilik yang khusus didatangkan dari Belanda dan masih dipertahankan hingga kini. (gpriority.com-red)

© Copyright 2024 - HARIAN NIAS - PUSAT BERITA KEPULAUAN NIAS