Breaking News

Perjalanan Eksekusi Vonis Mati Ferdy Sambo Dinilai Masih Panjang

Jakarta, MimbarBangsa.co.id – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menjatuhkan vonis mati terhadap mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo dalam perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J pada Senin (13/2/2024) lalu. Meski demikian, perjalanan eksekusi atas vonis mati Ferdy Sambo dinilai masih panjang dan berliku.

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan, hingga saat ini masih banyak terpidana mati yang menunggu gilirannya untuk dieksekusi. Hal ini karena tidak ada aturan pasti dalam KUHAP yang menentukan terkait rentang waktu antara vonis dan eksekusi bagi para terpidana mati. Untuk itu, meski putusan hukuman mati Ferdy Sambo nantinya berkekuatan hukum tetap tidak serta merta eksekusi dilakukan.

“Pasti tidak secara cepat dieksekusi tidak karena memang masih banyak itu tadi masih banyak orang yang harus dihukum mati tetapi kemudian menunggu giliran ya kan saya kira itu yang terjadi akan seperti itu. Jadi dia masih punya kesempatan hidup lah walaupun dihukum mati sampai kasasi ya dan eksekusinya itu memang menunggu gilirannya, tidak serta merta punya kekuatan hukum tetap langsung dilaksanakan tidak begitu,” ungkap Abdul Fickar kepada Beritasatu.com, Selasa (21/2/2023).

Abdul Fickar menjelaskan rentang waktu ini juga bergantung pada lamanya proses pengujian hukum di tingkat yang lebih tinggi yakni banding dan kasasi. Ferdy Sambo diketahui telah mengajukan banding atas vonis mati yang dijatuhkan PN Jaksel.

Abdul menjelaskan vonis mati terhadap seorang terdakwa akan diperiksa yang lebih tinggi dan Mahkamah Agung memang secara otomatis dilakukan. Hal ini juga berlaku meskipun terdakwa tidak mengajukan banding. Adapun peraturan itu tertera guna menghindari adanya kekeliruan karena berkaitan langsung dengan nyawa seseorang.

“Kalau

Abdul Fickar tak memungkiri, banyak celah bagi Ferdy Sambo untuk menunda eksekusi mati. Salah satunya dengan mengajukan peninjauan kembali (PK) setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap. Hal ini karena eksekusi pidana mati terhadap Ferdy Sambo belum bisa terlaksana jika belum ada putusan terkait PK atau grasi.

“Kalau dia mengajukan PK ya otomatis berhenti walaupun di dalam hukum acara pidana, PK itu tidak menghentikan eksekusi, tetapi kalau eksekusinya mati artinya perkaranya berhenti. Siapa lagi yang mau diadili kalau terdakwanya mati terpidananya mati? Karena itu kalau PK meskipun tidak menghentikan eksekusi, PK itu tetap diperiksa apakah ada kekeliruan pada putusan hakim yang tiga tingkat itu yang sembilan orang,” papar Abdul Fickar.

Apabila proses ini nantinya melewati 2026, maka tidak menutup kemungkinan KUHP baru diberlakukan untuk vonis Ferdy Sambo yakni dengan masa percobaan 10 tahun.

 

hukuman mati itu meskipun terdakwa tidak banding maka demi hukum perkara itu harus diperiksa di tingkat yang lebih tinggi apakah itu banding ataukah itu kasasi karena itu di dalam KUHAP diatur juga kasasi demi hukum gitu. Jadi kalaupun terdakwa tidak mengajukan upaya hukum, itu harus diperiksa juga di tingkat atas,” ujarnya.

© Copyright 2024 - HARIAN NIAS - PUSAT BERITA KEPULAUAN NIAS