Breaking News

Zig-zag Elite Politik Jelang Pilpres 2024

Jakarta, MimbarBangsa.co.id – Kurang dari setahun, masyarakat Indonesia akan menjalani pesta demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Pemilu 2024 yang terdiri dari pemilu legislatif (pileg) dan pemilu presiden (pilpres) akan berlangsung serentak pada 14 Februari 2024. Hajatan terbesar yang menjadi fokus publik adalah Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024. Pendaftaran pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dijadwalkan berlangsung pada 19 Oktober-25 November 2023.

Tak heran apabila elite politik mulai gencar melakukan manuver melalui berbagai pertemuan guna menjajaki koalisi partai politik (parpol). Dengan syarat ambang batas pengajuan pasangan capres-cawapres (presidential threshold) sebesar 20% kursi DPR atau 25% suara nasional hasil Pemilu 2019, hanya PDI Perjuangan (PDIP) yang berhak mengusung capres-cawapres tanpa perlu berkoalisi. Delapan parpol di parlemen wajib berkoalisi!

Langkah catur pun mulai dimainkan. Tentu saja bukan pion yang bergerak, melainkan patih atau perdana menteri, bahkan raja, yang melakukan safari politik. Dimulai langkah PDIP yang menetapkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden (bacapres) yang diusung di Pilpres 2024, pada 21 April 2023. Pada momen Idulfitri 2023, para elite partai lainnya juga mulai bermanuver berbalut silaturahmi Lebaran.

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang juga merupakan ketua umum Partai Gerindra melakukan berbagai safari menemui para tokoh nasional, termasuk menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Solo, 22 April 2023.

Langkah PDIP mengusung Ganjar Pranowo diikuti Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) yang turut mendeklarasikan Ganjar sebagai capres yang diusung pada 22 April 2023. Berikutnya, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga mengumumkan mengusung Ganjar Pranowo sesuai hasil Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) PPP pada 26 April 2023.

Keputusan PPP yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) mengusung Ganjar Pranowo membuat tiga ketua umum parpol KIB menggelar pertemuan sehari berikutnya. Koalisi lainnya, Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang terdiri dari Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga menggelar pertemuan pada 28 April 2023

PPP lalu sowan ke kantor PDIP pada 30 April 2023 untuk menegaskan dukungannya kepada Ganjar Pranowo sebagai bacapres yang diusung pada Pilpres 2024.

Manuver politik juga dilakukan Presiden Jokowi. Setelah bersilaturahmi ke rumah Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri pada 27 April 2023, pada Selasa (2/5/2023) Jokowi mengundang enam ketua umum partai politik pendukung pemerintah (minus Nasdem) ke Istana Merdeka, Jakarta.

“Saya ini juga pejabat politik. Saya bukan cawe cawe. Urusan capres cawapres itu urusannya partai atau gabungan partai. Sudah bolak-balik saya sampaikan, tetapi kalau mereka mengundang saya, saya mengundang mereka, boleh-boleh saja,” kata Jokowi.

“Apa konstitusi yang dilanggar dari situ? Enggak ada. Tolonglah mengerti bahwa kita ini juga politisi, tetapi juga pejabat publik,” tambahnya.

Sehari berikutnya, Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto bertemu dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang akrab disapa Cak Imin. Pertemuan kedua pimpinan parpol pendukung pemerintah itu menyiratkan gabungan koalisi antara KKIR dan KIB menjadi sebuah koalisi besar.

Di hari yang sama, Cak Imin juga sowan ke Cikeas, kediaman Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono. Manuver ini diakui Cak Imin guna mengajak Partai Demokrat bergabung ke koalisi besar. Muhaimin juga melakukan serangkaian pertemuan, termasuk dengan mantan Wapres Jusuf Kalla, Sabtu (6/5/2023).

Zig-zag Politik
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi mengungkapkan zig-zag politik yang dilakukan elite parpol merupakan akibat sistem kepartaian di Indonesia.

“Langkah zig-zag tersebut merupakan akibat, bukan sebab,” tegasnya.

Alasannya, pertama, sistem kepartaian Indonesia yang relatif ideologis. Oleh karena itu, pendekatan koalisi antarpartai tidak didasarkan pada kesamaan platform ideologi partai, tetapi pada hal-hal yang pragmatis.

Kedua, akibat presidential threshold yang terlalu tinggi. Akibatnya, parpol diajak “berdamai” agar bisa mengusung capres-cawapres.

Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas mengungkapkan manuver politik dilakukan lantaran elite masih berharap bisa mengusung calonnya sendiri untuk maju dalam Pilpres 2024, di antaranya Golkar yang masih menjagokan sang ketum, Airlangga Hartarto sebagai capres dan Prabowo Subianto yang diusulkan partainya kembali maju di Pilpres 2024.

“Dari sisi kepentingan partai mungkin menarik.

Hanya saja, kata Abbas, para ketum parpol akan sulit memenangi Pilpres 2024 apabila terlalu memaksakan diri menjadikan calonnya masing-masing sebagai syarat koalisi.

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin menilai ketua umum partai politik yang memaksakan diri maju, baik sebagai capres atau cawapres, bakal tumbang di Pilpres 2024.

“Ini risiko, mereka harus evaluasi diri, koreksi diri bahwa elektabilitasnya tidak bisa bersaing dengan figur-figur lain, baik sebagai capres maupun cawapres,” ujarnya.

Hitungan Elektoral
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menilai pertimbangan elektoral bakal menjadi faktor yang dominan dalam penentuan calon wakil presiden (cawapres). Cawapres yang dipilih para ketua umum parpol koalisi adalah tokoh yang bisa menutupi kelemahan elektoral capres yang diusung.

“Para pengambil keputusan adalah para ketua umum partai yang berkoalisi. Pasti hitung-hitungan elektoral menjadi dominan dalam menentukan cawapres,” ujar Yunarto kepada Beritasatu.com, Jumat (5/5/2023).

Yunarto menilai pertimbangan elektoral menjadi dominan karena hingga saat ini belum ada satu bakal capres yang memiliki elektabilitas di atas 50%. Karena itu, cawapres yang dipilih adalah tokoh yang bisa mengisi kekurangan elektoral capres pada daerah atau segmen tertentu.

Berdasarkan hasil survei Charta Politika pada 27-30 April 2023, tiga kandidat capres terkuat saat ini adalah Ganjar Pranowo (36,6%), Prabowo Subianto (33,2%), dan Anies Baswedan (23%).

Tak hanya Charta Politika, hasil survei sembilan lembaga lain yang tergabung Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi), yakni CSIS, Indikator Politik Indonesia, Indo Barometer, Lembaga Survei Indonesia, Politika Research and Consulting (PRC), Polmark Indonesia, Poltracking, Populi Center, dan SMRC, juga menunjukkan tiga kandidat berada di posisi teratas.

Tujuh lembaga menempatkan Ganjar Pranowo sebagai bakal capres dengan elektabilitas tertinggi, sedangkan tiga lembaga lainnya memosisikan Prabowo Subianto sebagai bakal capres dengan elektabilitas tertinggi. Nama Anies Baswedan konsisten berada pada urutan ketiga berdasarkan hasil survei sembilan lembaga dan hanya satu lembaga survei, yakni CSIS, yang menempatkan mantan gubernur DKI Jakarta itu pada peringkat kedua.

Terkait jumlah pasangan capres-cawapres yang bakal bertarung dalam Pilpres 2024, Sirojudin Abbas menilai masih ada potensi Prabowo Subianto tidak maju sebagai capres. Dengan demikian, Pilpres 2024 berpotensi akan diikuti dua pasangan.

“Sikap Prabowo mungkin saja berubah. Jika dalam periode Mei-November ternyata elektabilitasnya terus melemah, bisa menurunkan kepercayaan dirinya dan timnya,” ujar Abbas.

Jika peluang Prabowo untuk menang menipis dan biaya pemenangannya terlalu mahal, kondisi tersebut bisa saja mendorong Prabowo berubah pikiran menjadi cawapres Ganjar atau king maker.

Dalam pandangan Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, hanya Presiden Jokowi yang bisa meluluhkan Prabowo Subianto agar rela menjadi cawapres untuk mendampingi Ganjar Pranowo

“Faktor yang membuat Prabowo bisa menjadi cawapres untuk Ganjar adalah Presiden Jokowi. Selain itu, tak ada tokoh yang bisa memengaruhi Prabowo,” katanya.

Prabowo menaruh respek kepada Jokowi yang sudah memberinya kesempatan bergabung dalam koalisi pemerintahan. Sebagai kesatria, Prabowo tak akan melupakan jasa Jokowi, termasuk menerima saran menjadi cawapres bagi Ganjar.

“Lobi Jokowi sangat berperan untuk mewujudkan duet Ganjar-Prabowo dengan tingkat kemenangan yang tinggi. Kita lihat saja dinamika ke depan, apakah Prabowo harus rela jadi cawapres atau Prabowo tetap menjadi capres atas izin Jokowi,” katanya.

 

© Copyright 2024 - HARIAN NIAS - PUSAT BERITA KEPULAUAN NIAS