Breaking News

Diduga Korupsi Rp6,4 M, Kejati Sumut Tahan Kepala UPT BMBK Gunungsitoli

Medan, HarianNias.com Setelah melakukan penahanan terhadap tersangka TT, Bendahara Pengeluaran Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) UPT Jalan dan Jembatan Gunungsitoli, Tim Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) juga menahan tersangka RTZ, selaku Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPT) Jalan dan Jembatan Gunungsitoli pada Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Provinsi Sumatera Utara (Provsu), Selasa (9/1/2024).

Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Idianto, S.H., M.H. melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumut Yos A Tarigan,SH,MH saat dikonfirmasi wartawan membenarkan.

“Tersangka dan penasihat hukumnya memenuhi panggilan kedua Tim Penyidik Pidsus Kejati Sumut, pemanggilan pertama, Selasa (12/12/2023) lalu tersangka tidak bisa hadir karena alasan kesehatan. Ketika dicek tim, benar ada di rumah sakit,” jelas Yos A Tarigan.

Setelah dilakukan pemeriksaan sebagai tersangka, RTZ kemudian dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I A Medan Tanjung Gusta selama 20 hari ke depan sejak ditahan Selasa (9/1/2024).

Alasan dilakukan penahanan, lanjut Yos sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAPidana), dikhawatirkan tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana.

Kedua tersangka (TT dan RTZ) melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama Dokumen Pelaksanaan Pergeseran Anggaran (DPPA) UPT Jalan dan Jembatan Gunungsitoli Tahun Anggaran (TA) 2022 untuk kegiatan Pemeliharaan Rutin Jalan dan Jembatan Provinsi dengan pagu anggaran Rp6.448.681.500.

“Jumlah uang yang dibayarkan kepada mandor dan pekerja tidak sesuai dengan bukti rekapan maupun kuitansi pembayaran. Para mandor pekerja dan pekerja tidak pernah menandatangani bukti pembayaran upah,” paparnya.

Selain itu, mantan Kasi Pidsus Kejari Deli Serdang ini menyampaikan bahwa pelaksanaan kegiatan sebagaimana dalam Surat Perintah Kerja (SPK) diduga pihak rekanan yang menandatangani kontrak, tidak pernah melakukan pembelian material pekerjaan.

Rekanan dalam SPK hanya dipinjam sebagai syarat kelengkapan dokumen pencairan di mana tidak pernah ada pembelian material dana yang telah ditransfer ke rekening rekanan kemudian dikembalikan kepada tersangka TT selaku Bendahara. Pihak rekanan di atas kertas hanya menerima fee 15 persen dari nilai kontrak.

“Akibat perbuatan kedua tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara mencapai Rp2.454.949.986,” tandasnya.

Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Subsider Pasal 3 Lebih Subsidair Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasar 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

© Copyright 2024 - HARIAN NIAS - PUSAT BERITA KEPULAUAN NIAS