Nias Selatan, HarianNias.com – Nias Selatan, 14 Juni 2024 – Kejaksaan Negeri Nias Selatan telah menghentikan penuntutan terhadap tersangka Sarozawato Zandroto alias Ama Stefi yang diduga melanggar Pasal 351 Ayat (2) KUHPidana jo Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana. Penghentian ini dilakukan melalui pendekatan Keadilan Restoratif (Restorative Justice/RJ). RJ dilaksanakan di Kantor Kejari Nias Selatan.
Kepala Kejaksaan Negeri Nias Selatan, Dr. Rabani M. Halawa, S.H., M.H, melalui Kepala Seksi Intelijen, Hironimus Tafonao, S.H., M.H, dan didampingi Kepala Seksi Pidana Umum, Juni Kristian Telaumbanua, S.H., M.H, menjelaskan dalam konferensi pers bahwa langkah ini diambil berdasarkan kesepakatan damai antara tersangka dan korban.
Kesepakatan damai tersebut dicapai pada Kamis, 6 Juni 2024. Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Nias Selatan, bertindak sebagai fasilitator, berhasil memediasi perdamaian antara Sarozawato Zandroto dan korban, Ferdianus Ge’e alias Dedi. Kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan perkara tanpa syarat.
Proses ini dilanjutkan dengan ekspos usulan penghentian perkara yang dilakukan oleh Penuntut Umum bersama Asisten Pidana Umum (Aspidum) dan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara pada Rabu, 12 Juni 2024. Persetujuan resmi diberikan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI pada Kamis, 13 Juni 2024.
Pertimbangan penghentian perkara ini didasarkan pada beberapa faktor, termasuk bahwa tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukuman di bawah 5 tahun, kerugian tidak melebihi Rp 2,5 juta, dan adanya perdamaian serta permintaan maaf dari pelaku yang diterima oleh korban.
Berdasarkan persetujuan tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Nias Selatan mengeluarkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif Nomor: PRINT-442/L.2.30/Eoh.2/06/2024 pada 14 Juni 2024. Selain itu, dikeluarkan juga Surat Perintah Pengeluaran dari Tahanan Nomor: PRINT-443/L.2.30/Eoh.2/06/2024, yang memerintahkan Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Teluk Dalam untuk segera mengeluarkan tersangka dari tahanan.
Keputusan ini diharapkan dapat menjadi contoh penerapan keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara pidana di Indonesia, khususnya dalam kasus-kasus yang melibatkan pelaku yang baru pertama kali melakukan tindak pidana dan telah mencapai kesepakatan damai dengan korban.
0 Komentar